Minggu, 02 November 2008

Meningkatkan Ketrampilan Komunikasi Pada Anak Autis

MASALAH KOMUNIKASI

_ Salah satu ciri utama pada gangguan autistik adalah hambatan yang besar dalam berkomunikasi dan berbicara
_ Orangtua umumnya amat berharap anaknya segera bisa bicara

- Kapan anak saya bisa bicara?
- Apakah anak saya sudah bisa ikut terapi wicara?
- Anak saya bisa menyanyi, tapi kenapa tidak mau menjawab pertanyaan saya?

KENAPA BICARA MENJADI PENTING?

_ Membantu mengerti apa yang diinginkan dan dirasakan oleh anak autis
_ Mengetahui kemampuan dan kecerdasan yang sebenarnya
_ Orangtua bisa mengembangkan hubungan emosional yang dekat dengan anak autis
_ Kemungkinan masuk sekolah umum lebih besar
_ Bila anak bisa bicara, maka anak akan lebih bisa diatur dan berkembang lebih pesat

PENYEBAB SULIT BICARA

_ Masalah pada otot tubuh (susah menggerakkan otot secara cepat dan kuat)
_ Kurang banyak diajak berinteraksi (dibiarkan asik sendiri, dilayani penuh)
_ Belajar beberapa bahasa sekaligus
_ Kecemasan untuk berbicara (takut salah, tidak berani kontak mata)
_ Susah mengerti bahasa
_ Pengajaran bahasa yang kurang tepat (terlalu banyak diberi perintah, penggunaan bahasa tidak konsisten)

BICARA VS KOMUNIKASI

_ Anak yang bisa berbicara dan bernyanyi BELUM TENTU bisa berkomunikasi dengan baik.
_ Dalam komunikasi dua arah dibutuhkan kemampuan mengirimkan pesan, memahami pesan dari orang lain, memberikan “jawaban” yang tepat.
_ Komunikasi pada anak autis tidak harus selalu melibatkan bahasa verbal, tapi bisa dengan bahasa isyarat, gambar, dan tulisan.

EKOLALIA (mengulang kata/kalimat)

_ Banyak anak autis yang tidak tahu bahwa bicara gunanya untuk komunikasi. Mereka lebih banyak berbicara pada diri sendiri.
_ Ekolalia sebenarnya berguna bagi anak:
_ menimbulkan perasaan senang
_ menenangkan diri dan memblokir suarasuara bising dari luar
_ membantu mengerti ucapan orang lain

TAHAP KOMUNIKASI ANAK AUTIS

1) The Own Agenda Stage
2) The Requester Stage
3) The Early Communication Stage
4) The Partner Stage

The Own Agenda Stage

_ Asik dengan dirinya sendiri
_ Belum tahu bahwa komunikasi dapat mempengaruhi orang lain
_ Mengambil sendiri makanan/bendabenda
_ Interaksi hanya dengan orangtua/pengasuh
_ Belum dapat bermain dengan benar
_ Menangis/berteriak bila terganggu

The Requester Stage

_ Sadar bahwa tingkahlakunya bisa mempengaruhi orang lain
_ Menarik tangan bila ingin sesuatu
_ Menyukai interaksi dalam bentuk kegiatan fisik (bergulat, dikelitiki, main cilukba)
_ Mengulangi kata/suara untuk diri sendiri
_ Dapat mengikuti perintah sederhana walaupun belum konsisten
_ Memahami rutinitas sehari-hari

The Early Communication Stage

_ Sudah bisa berkomunikasi dengan gesture, suara, gambar
_ Tahu cara menggunakan bentuk komunikasi tertentu secara konsisten
_ Komunikasi terbatas unt pemenuhan kebutuhan (makan, minum, benda kesukaan)
_ Memahami kalimat sederhana
_ Dapat belajar menjawab pertanyaan "Apa ini/itu?", mengenal konsep "Ya/Tidak"

The Partner Stage

_ Mulai melakukan percakapan sederhana
_ Menceritakan pengalaman masa lalu dan keinginan yang belum terpenuhi
_ Masih terpaku pada kalimat yang dihafalkan
_ Bagi anak non-verbal, mampu menyusun kalimat dengan gambar atau tulisan
_ Masih mengalami kesulitan dalam interaksi sosial

Puisi karya Nuha (9 tahun)

jauh ku melangkah
dalam kesepian hari-hari
bagai tak bertepi menangisi mimpi
ku ingin keluar
dari kesepian yang tak berujung
bagai kumbang merindukan bunga

MENDORONG ANAK KOMUNIKASI

1 - SIKAP

_ Wajah kita sejajar dengan wajah anak
_ Cari posisi duduk yang nyaman bagi anak (berhadapan vs bersebelahan)
_ Ekspresi wajah ramah tapi tidak berlebihan
_ Perlihatkan sikap menunggu jawaban

2 - SITUASI YANG MENYENANGKAN

_ Situasi santai, beri waktu cukup sebelum anak berespon
_ Ciptakan situasi untuk berkomunikasi
_ Intonasi suara menarik
_ Beri pujian untuk usaha anak
_ Gunakan benda-benda yang disukai anak dan peraga visual yang menarik

3 - PENGGUNAAN BAHASA

_ Kalimat singkat, sederhana dan jelas
_ Beri penjelasan pada setiap kegiatan
_ Gunakan isyarat tubuh untuk memperjelas pembicaraan atau perintah
_ Tetap bicara pada anak, walaupun anak belum bisa bicara
_ Pilih satu bahasa yang digunakan di rumah dan di tempat terapi/sekolah

HINDARI….


_ Memaksakan kontak mata
_ Terlalu banyak bertanya dengan pertanyaan terbuka
_ Mengulang-ulang pertanyaan bila anak tidak segera menjawab
_ Mengajak anak berkomunikasi saat ia asik melakukan aktivitas
_ Menggerakkan tangan secara berlebihan
_ Berbicara cepat dengan nada tinggi

PENUTUP

_ Mengajarkan anak autis untuk berkomunikasi membutuhkan usaha yang KONTINYU dan KESABARAN
_ Mulailah dari hal-hal yang amat disukai anak dan kebutuhannya sehari-hari
_ Waspadalah… ketika anak sudah mulai bisa bicara, dia akan terus menerus bicara dan bertanya tanpa kenal lelah.☺


Oleh: ADRIANA S. GINANJAR

Meningkat.. Meningkat.. Meningkat..

Istiqamah sering dimaknai meneguhkan pendirian. Di dalam istiqamah ada unsur statis dan dinamis. Unsur statis dalam arti tetap tegak di atas kebenaran, tidak bergeser sedikitpun dan tidak melenceng ke sana ke mari. Sedang unsur dinamis dalam arti terus membubung tinggi meningkatkan kualitas moral dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Dalam konteks ini istiqamah membawa diri setiap individu muslim untuk selalu meningkat dan peningkatan ini tentu saja tidak hanya terjadi di bulan peningkatan, bulan Syawal seperti saat ini.

Saudaraku, ketika seorang muslim berada dalam proses peningkatan, maka dia akan merasakan nikmatnya dinamika perjuangan hidup untuk meningkatkan kualitas pribadinya. Dia akan merasakan nikmatnya keberhasilan menghadapi berbagai hambatan, rintangan, dan tantangan. Ibarat seorang pembalap, dia akan merasakan kenikmatan melewati setiap tikungan yang tajam dan permukaan jalan yang licin. Lebih terasa nikmat lagi ketika dia berhasil melewati lawan-lawannya satu per satu hingga mencapai posisi terdepan. Saat itu dia tidak risau lagi terhadap startnya yang jelek. Apalagi kalau tinggal beberapa saat lagi finish ada di depannya sedang pesaing jauh tertinggal di belakang. Tidak ada kekhawatiran lagi didahului pesaingnya.

Mari kita sama-sama rasakan nikmatnya dinamika perjuangan. Kenikmatan ini akan diberikan kepada siapa saja yang berhak untuk menerimanya sebagai bonus kebaikan di dunia bagi orang-orang beriman. Jangan lagi hati kita terkotak-kotak oleh sekat kedengkian dan kebencian. Si A menguntungkan aku, sikapnya bagus kepadaku, maka wajar kalau aku membalasnya dengan kebaikan. Sedang Si B itu kayaknya sulit diajak bicara, dia kaku dalam memegang kebenaran. Ah aku gak suka sama dia. Apalagi Si C, menurutku dia itu termasuk kelompok penjilat yang berbahaya. Meskipun amalnya shaleh aku tetap tidak suka. Sikap seperti ini tidak akan menguntungkan perjuangan dan akan merugikan dirinya sendiri. Lebih baik dia mengembangkan sikap khusnudhdhon di dalam dirinya sendiri dan bergaul lebih dekat lagi dengannya agar lebih faham karakternya. Orang mukmin hanya dibenarkan mencinta dan membenci karena Allah. Maka kebenciannya kepada saudaranya tidak lain akan menghancurkan dirinya sendiri. Bertahun-tahun sakit hatinya memendam kebencian. Padahal yang dibenci tidak merasakan apa-apa. Begitu juga dengan bara api kedengkian. Api itu akan membakar dan menghanguskan dirinya sendiri. Sementara orang yang dia dengki tidak berkurang keberutungannya sedikitpun. Tetap saja adem ayem.

Kadang orang menganggap enteng soal benci dan dengki yang sering berbuah ghibah dan fitnah. Dia merasa dosa karena ghibah dan fitnahnya akan musnah sudah setelah meminta maaf di hari raya Iedul-Fithri. Padahal yang seperti ini tidaklah benar. Ketika dia memfitnah atau menghibah seseorang dia melakukan 3 kesalahan sekaligus. Yang pertama dia bersalah karena mengghibah kepada orang yang dighibah. Kesalahan ini tentu saja belum akan diampuni Allah sebelum dia meminta maaf kepada orang yang dighibah. Meminta maaf kepada orang yang dighibah bukan perbuatan yang mudah bagi orang yang kotor hatinya karena suka mengghibah. Sesudah meminta maafpun belum tentu diampuni Allah. Yang kedua dia bersalah telah menyebarkan aib saudaranya kepada orang lain, sehingga kalau orang lain itu nanti juga menyebarkan aibnya, maka dia ikut bertanggung jawab terhadap penyebaran aib itu. Rasulullah bersabda: "Orang yang menutupi aib saudaranya di dunia, maka Allah akan menutupi aibnya di akherat." Dia kehilangan janji Allah ini. Yang ketiga dia telah berdosa kepada Allah karena tidak taat kepada-nya. Allah swt melarang orang beriman melakukan ghibah tetapi dia tidak mentaatinya. Orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya akan membawanya ke neraka (QS An Nisa' 4: 14).
Ketika dia minta maaf kepada orang yang dighibah, mungkin dia dimaafkan, tetapi kesalahannya kepada teman berghibah belum hilang. Begitu juga dosanya kepada Allah. Mungkin dia berhenti menghibah dia. Tetapi bagaimana terhadap orang lain? Kalau dia berbuat sama kepada orang lin, menghibah dan meminta maaf lagi. Mungkin dia dimaafkan orang yang ke dua. Tetapi dia belum lepas dari dosanya kepada Allah, karena ketidak-taatan kepada-Nya. Orang yang ingin terlepas dosanya karena ghibah, mestinya berhenti total tidak lagi mengghibah siapapun agar dosanya kepada Allah karena tidak taat dapat ampunan-Nya. Jangan sampai kita tertipu setan yang membisikkan: "Asal sudah minta maaf kan sudah beressss." Yang benar tidak demikian. Ampunan Allah itu akan kita dapatkan kalau kita benar-benar telah taat kepada Allah secara kaffah. Apalagi Allah telah menggariskan kebijakan bahwa dosa yang diampuni hanyalah dosa lantaran kejahilan yang segera ditaubati (QS 4: 17).
Untuk itu mari ktia bersihkan hati kita dari dengki dan benci. Kita ganti dengan menumbuhkan parasaan cinta dan kasih sayang di antara sesama orang beriman. Kita satukan langkah untuk berjuang menghadapi tantangan di masa mendatang yang semakin berat. Satukan hati di bawah naungan Ilahi. Kalau memang masih berat melangkah karena sisa-sisa kekotoran jiwa. Silakan menyingkir, mandi, dan berbenah diri. Jangan membebani dan menghalangi langkah maju perjuangan. Bantu dari belakang mereka yang siap memikul beratnya perjuangan. Agar kita sama-sama terlepas dari laknat Allah. Kita tegakkan kalimat Allah dengan modal hati yang ikhlas untuk mencari ridho Allah semata. Semoga Allah memilih kita semua menjadi hamba-hamba-Nya yang pandai membersihkan hati dan tidak mudah berputus asa. Amin.

Peran Keluarga Terhadap Pembentukan Karakter Manusia

Written by Hafidzatusy Syarik
Berangkat dari sebuah hipotesis bahwa untuk merubah sesuatu yang besar, berawal dari yang kecil.
Demikian pula untuk merubah suatu negara perlu dimulai dari keluarga. Mau tidak mau semua orang tumbuh dan dibesarkan dari keluarga, entah itu sanak famili ataupun orang lain yang dianggap keluarga.
Jika keluarga kita bermasalah, maka otomatis akan membawa dampak bagi kehidupan seseorang, terlepas apakah dampak yang ditimbulkan tersebut negatif atau positif.
Seorang presiden, seorang ulama, seorang wakil rakyat atau anggota DPR, seorang pencuri, ataukah seorang pelacur, kesemua itu terjadi berawal dari pendidikan keluarga yang diharapkan bisa menjadi bekal disaat menjadi 'orang' nanti. Dari fakta-fakta yang sudah ada, maka betapa besar peran keluarga dalam pembawaan diri oleh setiap orang dikala ia sudah mulai bersosialisasi dengan masyarakat atau lingkungannya.
Peran Seorang Ibu
Banyak anak-anak yang sukses melewati tahap-tahap perkembangannya hingga secara otomatis membanggakan bagi setiap orang tua. Meskipun banyak halang rintang yang musti dilewati dan pasti melibatkan anggota keluarga untuk menggapai kesuksesan tersebut.
Pada intinya dari kesemua itu yang sangat berpengaruh adalah peran seorang ibu terhadapnya. Sukses atau tidaknya seseorang yang menentukan adalah dirinya sendiri, tergantung kemampuan dan integritasnya setelah sekian lama menjalani hidup. Namun tidak ada suatu kesadaran yang akan meningkatkan integritas diri seseorang tanpa partisipasi seorang ibu dimasa ia memerlukan didikan.
"Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya."
Mulai sejak lahir bahkan masih dalam kandunganpun, seorang ibu sudah memberikan didikan bagi Sang buah hatinya, namun kebanyakan mereka tidak menyadari. Dalam hal ini penekanannya adalah peran seorang ibu, tentunya tidak mengesampingkan peran seorang ayah dalam sebuah keluarga. Karena begitu pentingnya peran seorang ibu dalam keluarga, maka seorang ibu harus memiliki ilmu ekstra atau tambahan jam belajar demi kesejahteraan keluarganya.
Tidak ada istilah terlambat untuk belajar bagi setiap manusia, meskipun usianya sudah lanjut atau tubuhnya sudah bau tanah. Karena masalah yang akan kita hadapi semakin banyak dan kompleks, jika kemampuan kita kalah cepat dengan laju masalah yang muncul, maka bisa dipastikan kita akan menemui kesulitan dalam hidup. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa ilmu adalah harta yang paling berharga. Mungkin banyak ibu-ibu yang memiliki status pendidikan yang rendah, bahkan belum pernah sama sekali mengenyam bangku sekolah.
Berdasarkan sabda Rosulullah, "Carilah ilmu dari sejak berada dalam ayunan hingga masuk ke liang lahat."
Jadi, semua itu tidak bisa kita jadikan sebagai alasan untuk tidak belajar. Jika kita dihadapkan dengan suatu fenomena, jaman semakin maju, pengaruh arus globalisasi semakin deras, hingga tidak jarang semua itu memberikan kontribusi yang negatif pada anak-anak jaman sekarang, apa yang bisa kita lakukan? Padahal Allah hanya akan memberi sesuai dengan apa yang kita usahakan. Kalau kita tidak terampil dalam usaha, bagaimana kita bisa mendapatkan. Dan salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan kita adalah belajar.
Kembali ke konsep awal, bahwa sorang ibu berperan dalam mendidik anak-anaknya. Melihat arus perkembangan jaman yang semakin 'edan' apabila seorang ibu tidak membekali anak-anaknya untuk menghadapi pengaruh tersebut, maka anaknya akan terseret arus dan lama kelamaan akan terpisah dengannya. Tentu semua ibu tidak mau hal yang demikian terjadi pada keluarganya. Karena bagaimanapun, seorang ibu akan tetap menyayangi anaknya.
Sebagaimana dalam peribahasa, 'Kasih sayang ibu sepanjang jalan, kasih sayang anak sepanjang galah.'
Betulkah peribahasa tersebut? Yang bisa menjawab adalah waktu.Berdasarkan observasi penulis, ada beberapa ibu yang mengeluh tentang sulitnya mengatur anak dijaman sekarang. Keluhan itu mungkin hanya sebatas keluhan, jika tanpa ada suatu tindakan untuk ditindaklanjuti. Tidak jarang kita jumpai seorang ibu yang termakan hatinya oleh anaknya sendiri. Memang kita tidak bisa menyalahkan perkembangan jaman atau mengerem perubahan lingkungan, namun kita mampu meningkatkan keterampilan untuk mencari pegangan agar bisa bertahan.
Alangkah baiknya jika kita memperbanyak input ilmu untuk meningkatkan kemampuan dengan menambah frekuensi belajar kita. Ilmu tidak hanya didapat dari buku, melainkan bisa didapat dari berbagai sumber, misalkan radio, majalah termasuk pengalaman dan semua apa yang bisa kita lihat, dengar, rasa, cium dan kita raba bisa kita jadikan pelajaran atau sumber ilmu. Dengan bekal ilmu yang memadai InsyaAllah tidak akan terlalu banyak makan hati.
Namun ada kalanya seorang ibu mempunyai tabiat egois dan arogan, sehingga tidak menghiraukan masukan, saran dari pihak lain. Merasa bahwa dirinya sudah berpengalaman dalam berumah tangga, sehingga tidak mau belajar dalam menghadapai masalah-masalah yang muncul. Ditambah dengan kesensitifitasannya yang menjadikannya mudah marah terhadap sesuatu yang sekiranya tidak ia suka.
Memang itulah manusia, dimana antara satu dengan yang lain tidak bisa disamaratakan, masing-masing mempunyai karakter berbeda. Namun semua itu akan menjadikan tempaan bagi kita dan ladang amal bagi kita untuk bekal diakhirat.

Peran Seorang Ayah
Tentunya mendidik anak tidak bisa dibebankan pada seorang ibu semata. Dalam suatu sistem membutuhkan seorang pimpinan. Karena tidak ada jamaah tanpa pimpinan, dan tidak ada pimpinan jika tidak ada ketaataan. Jadi kembali lagi pada peran seorang ayah dalam keluarga.
Seorang ayah dimana bertindak sebagai pemimpin keluarga telah dipesan oleh Allah dalam firmanNya dalam QS At-tahrim 6,“…Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” Memang seorang ayah harus bisa merangkul seluruh keluarganya dan mampu mempertahankan diri dari arus perkembangan jaman yang semakin lama tidak sesuai dengan tuntunan. Semakin kuat memegang, semakin tidak bisa diombang-ambingkan dan pegangan yang paling bisa diandalkan dan selalu sesuai dengan perkembangan jaman adalah Al-Qur'an.
Figur seorang pimpinan harus tegas. Tegas bukan berarti keras, namun dilandasi dengan penuh kasih sayang dan ada konsekunsi dalam setiap tindakan yang ia lakukan. Dalam mendidik anak perlu konsekuansi dan konsisten agar dalam diri anak tertanam suatu pemahaman terhadap suatu makna kehidupan, meskipun baru semacam 'behavior' (tingkah laku) atau imitasi, belum berdasarkan pemahaman (tingkat kognitif).
Ketegasan yang ada pada figur seorang ayah dapat ditunjukkan dengan amar ma'ruf nahi munkar, saling tawassau antar sesama anggota keluarga. Itulah salah satu bentuk hakikat kasih sayang yang ditunjukkan oleh seorang pemimpin keluarga. Ia akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memelihara keluarganya agar terhindar dari azab Allah. Jika telah terjadi seperti anak tidak menurut pada orang tua ketika beranjak dewasa, maka orang tua perlu evaluasi diri.
Apakah didikan yang diberikannya selama ini sudah benar? Karena sesungguhnya kebaikan yang ada pada kita datangnya dari Allah, dan keburukan yang menimpa kita pada hakikatnya dari kita sendiri.
Oleh karena itu, pentingnya evaluasi diri untuk meningkatkan keterampilan kita agar tetap eksis dalam kehidupan. Mungkin perlu digarisbawahi bahwa masalah yang sebenarnya adalah kurangnya kesadaran untuk meningkatkan kemampuan kita.

Asah Kecerdasan Naturalis


SETIAP anak terlahir dengan bakat tertentu. Kondisi lingkungan yang buruk dapat menghambat pengembangan potensinya, terutama kecerdasan naturalis. Setiap orangtua berkewajiban menghantarkan anak-anaknya mewujudkan bakat dan potensi yang dimiliki. Seorang anak disebut berbakat jika dia memiliki kemampuan dalam dirinya.
Psikolog anak dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, Fabiola Priscilla Setiawan MPsi, mengemukakan, ciri anak berbakat di antaranya memiliki IQ lebih dari 130, CQ minimal 250, dan punya motivasi atau mampu mengikatkan diri terhadap tugas."Mereka juga senang bereksplorasi atau menjajaki suatu hal atau objek," sebut wanita yang akrab disapa Feby.
Bakat berkaitan dengan sistem kerja belahan otak kiri dan kanan. Otak kanan berhubungan dengan kreativitas, imajinasi, intuisi. Sementara otak kiri mengacu pada kecerdasan seseorang. Salah satu dari sembilan aspek multi-kecerdasan (multiple intelligence) yang dikemukakan Dr Howard Gardner adalah kecerdasan naturalis alias kecerdasan alami, termasuk kepekaan terhadap alam. Setiap anak memilikinya, walaupun kadarnya berbeda dan dipengaruhi faktor-faktor seperti minat dan karakter lingkungan sekitar.
Misalnya, anak yang tinggal di pinggir pantai dengan mudah menebak jenis-jenis ikan, jenis bebatuan, atau menerka gejala alam. Sementara itu, anak-anak yang sejak kecil berdiam di pegunungan biasanya pandai menebak arah angin, dan mengenali jenis tanaman.
"Untuk mengasah kecerdasan naturalisnya, ajarkan anak berkreasi dengan bahan-bahan alam dan menikmati sistem kehidupan alam," tutur Feby. Permasalahan yang kini dihadapi, apakah lingkungan sekarang memungkinkan anak mengoptimalkan potensi kecerdasan naturalisnya? Feby menilai, kondisi lingkungan yang makin buruk, seperti terjadinya pemanasan global (global warming), menunjukkan efek negatif bagi perkembangan fisik dan psikologis anak. Ibu satu putri itu mencontohkan, seorang anak yang sebenarnya punya hobiberenang atau menyelam untuk mengoleksi batu-batu alam jadi takut terjun ke air karena khawatir airnya telah tercemar. Bumi yang makin tidak "hijau" juga membuat anak tidak lagi mengenal keragaman flora dan fauna yang punah akibat naiknya suhu air laut.
"Penelitian di bidang psikologi lingkungan menunjukkan, memanasnya suhu udara dapat memengaruhi kondisi emosi seseorang menjadi lebih mudah marah, cenderung agresif, dan merusak," sebut Feby. Masalah lain akibat ulah manusia adalah banjir dan kebakaran. Kondisi ini dapat membuat anak mengalami trauma karena kehilangan keluarga dan tempat tinggal. Ditambah keluhan fisik seperti luka, diare, dan leptospirosis akibat banjir, serta gangguan pernafasan. "Anak jadi mudah terserang batuk, pilek, atau sakit saat menelan," papar konsultan tumbuh kembang dari RSAB Harapan Kita, dr Attila DewantiSpA(K).

Sumber : lifestyle.okezone.com