Minggu, 02 November 2008

Meningkat.. Meningkat.. Meningkat..

Istiqamah sering dimaknai meneguhkan pendirian. Di dalam istiqamah ada unsur statis dan dinamis. Unsur statis dalam arti tetap tegak di atas kebenaran, tidak bergeser sedikitpun dan tidak melenceng ke sana ke mari. Sedang unsur dinamis dalam arti terus membubung tinggi meningkatkan kualitas moral dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Dalam konteks ini istiqamah membawa diri setiap individu muslim untuk selalu meningkat dan peningkatan ini tentu saja tidak hanya terjadi di bulan peningkatan, bulan Syawal seperti saat ini.

Saudaraku, ketika seorang muslim berada dalam proses peningkatan, maka dia akan merasakan nikmatnya dinamika perjuangan hidup untuk meningkatkan kualitas pribadinya. Dia akan merasakan nikmatnya keberhasilan menghadapi berbagai hambatan, rintangan, dan tantangan. Ibarat seorang pembalap, dia akan merasakan kenikmatan melewati setiap tikungan yang tajam dan permukaan jalan yang licin. Lebih terasa nikmat lagi ketika dia berhasil melewati lawan-lawannya satu per satu hingga mencapai posisi terdepan. Saat itu dia tidak risau lagi terhadap startnya yang jelek. Apalagi kalau tinggal beberapa saat lagi finish ada di depannya sedang pesaing jauh tertinggal di belakang. Tidak ada kekhawatiran lagi didahului pesaingnya.

Mari kita sama-sama rasakan nikmatnya dinamika perjuangan. Kenikmatan ini akan diberikan kepada siapa saja yang berhak untuk menerimanya sebagai bonus kebaikan di dunia bagi orang-orang beriman. Jangan lagi hati kita terkotak-kotak oleh sekat kedengkian dan kebencian. Si A menguntungkan aku, sikapnya bagus kepadaku, maka wajar kalau aku membalasnya dengan kebaikan. Sedang Si B itu kayaknya sulit diajak bicara, dia kaku dalam memegang kebenaran. Ah aku gak suka sama dia. Apalagi Si C, menurutku dia itu termasuk kelompok penjilat yang berbahaya. Meskipun amalnya shaleh aku tetap tidak suka. Sikap seperti ini tidak akan menguntungkan perjuangan dan akan merugikan dirinya sendiri. Lebih baik dia mengembangkan sikap khusnudhdhon di dalam dirinya sendiri dan bergaul lebih dekat lagi dengannya agar lebih faham karakternya. Orang mukmin hanya dibenarkan mencinta dan membenci karena Allah. Maka kebenciannya kepada saudaranya tidak lain akan menghancurkan dirinya sendiri. Bertahun-tahun sakit hatinya memendam kebencian. Padahal yang dibenci tidak merasakan apa-apa. Begitu juga dengan bara api kedengkian. Api itu akan membakar dan menghanguskan dirinya sendiri. Sementara orang yang dia dengki tidak berkurang keberutungannya sedikitpun. Tetap saja adem ayem.

Kadang orang menganggap enteng soal benci dan dengki yang sering berbuah ghibah dan fitnah. Dia merasa dosa karena ghibah dan fitnahnya akan musnah sudah setelah meminta maaf di hari raya Iedul-Fithri. Padahal yang seperti ini tidaklah benar. Ketika dia memfitnah atau menghibah seseorang dia melakukan 3 kesalahan sekaligus. Yang pertama dia bersalah karena mengghibah kepada orang yang dighibah. Kesalahan ini tentu saja belum akan diampuni Allah sebelum dia meminta maaf kepada orang yang dighibah. Meminta maaf kepada orang yang dighibah bukan perbuatan yang mudah bagi orang yang kotor hatinya karena suka mengghibah. Sesudah meminta maafpun belum tentu diampuni Allah. Yang kedua dia bersalah telah menyebarkan aib saudaranya kepada orang lain, sehingga kalau orang lain itu nanti juga menyebarkan aibnya, maka dia ikut bertanggung jawab terhadap penyebaran aib itu. Rasulullah bersabda: "Orang yang menutupi aib saudaranya di dunia, maka Allah akan menutupi aibnya di akherat." Dia kehilangan janji Allah ini. Yang ketiga dia telah berdosa kepada Allah karena tidak taat kepada-nya. Allah swt melarang orang beriman melakukan ghibah tetapi dia tidak mentaatinya. Orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya akan membawanya ke neraka (QS An Nisa' 4: 14).
Ketika dia minta maaf kepada orang yang dighibah, mungkin dia dimaafkan, tetapi kesalahannya kepada teman berghibah belum hilang. Begitu juga dosanya kepada Allah. Mungkin dia berhenti menghibah dia. Tetapi bagaimana terhadap orang lain? Kalau dia berbuat sama kepada orang lin, menghibah dan meminta maaf lagi. Mungkin dia dimaafkan orang yang ke dua. Tetapi dia belum lepas dari dosanya kepada Allah, karena ketidak-taatan kepada-Nya. Orang yang ingin terlepas dosanya karena ghibah, mestinya berhenti total tidak lagi mengghibah siapapun agar dosanya kepada Allah karena tidak taat dapat ampunan-Nya. Jangan sampai kita tertipu setan yang membisikkan: "Asal sudah minta maaf kan sudah beressss." Yang benar tidak demikian. Ampunan Allah itu akan kita dapatkan kalau kita benar-benar telah taat kepada Allah secara kaffah. Apalagi Allah telah menggariskan kebijakan bahwa dosa yang diampuni hanyalah dosa lantaran kejahilan yang segera ditaubati (QS 4: 17).
Untuk itu mari ktia bersihkan hati kita dari dengki dan benci. Kita ganti dengan menumbuhkan parasaan cinta dan kasih sayang di antara sesama orang beriman. Kita satukan langkah untuk berjuang menghadapi tantangan di masa mendatang yang semakin berat. Satukan hati di bawah naungan Ilahi. Kalau memang masih berat melangkah karena sisa-sisa kekotoran jiwa. Silakan menyingkir, mandi, dan berbenah diri. Jangan membebani dan menghalangi langkah maju perjuangan. Bantu dari belakang mereka yang siap memikul beratnya perjuangan. Agar kita sama-sama terlepas dari laknat Allah. Kita tegakkan kalimat Allah dengan modal hati yang ikhlas untuk mencari ridho Allah semata. Semoga Allah memilih kita semua menjadi hamba-hamba-Nya yang pandai membersihkan hati dan tidak mudah berputus asa. Amin.

Tidak ada komentar: